Berawal dari Nekat Hingga Bangkrut, Wanita Manis Ini Sukses Bisnis Yoghurt

Berawal dari Nekat Hingga Bangkrut, Wanita Manis Ini Sukses Bisnis Yoghurt

Jakarta - Ada pepatahah Jepang yang mengatakan terjatuh tujuh kali dan bangun delapan kali. Nilai yang terkandung dari pepatah ini ialah selalu ada kesempatan untuk bangkit, berapa kali pun kita terjatuh.

Kondisi menyerupai ini juga pernah dialami oleh Febrianti, pemilik Amleera Yoghurt. Bangkrut pada ketika pertama memulai usaha, namun tak membuatnya surut. Dan tekad pantang menyerahnya itu yang membuatnya kemudian meraih sukses.

Febrianti atau yang biasa dipanggil Pepew ini memulai usaha pada Maret 2010. Ia benar-benar nekat dalam memulai usaha waktu itu. Memulai usaha pada usia 19 tahun dengan modal usaha hasil utang Rp 24 juta, jumlahnya tak tanggung-tanggung untuk seorang mahasiswi.

Bukan hanya usia muda dan utang yang cukup besar saja yang membuat Pepew terlihat nekat, ia juga berani meminjam uang sampai ke kepala jurusannya. Benar-benar nekat.

\\\"Saya juga galau waktu itu tidak aib sama sekali untuk utang. Padahal jikalau sekarang bayangin, kayaknya aib banget jikalau harus melaksanakan lagi,\\\" kenang Pepew menyerupai dikutip dari myoyeah.com<\ em="">, Kamis (7\/11\/2013)

Satu lagi mengapa usaha ini terbilang nekat alasannya ialah Pepew tidak punya pengalaman sama sekali dalam berbisnis yoghurt. Ia hanya merasa tertantang setelah mengikuti training kewirausahaan dengan pembicara Rendy Saputra.

“Saya ingat sekali waktu itu kang Rendy bilang jikalau ingin berguru renang tidak mampu dengan baca buku atau baca sumber dari internet. Harus nyemplung ke kolam,” lanjut Pepew.

Kata-kata Rendy tersebut eksklusif memantik jiwa muda Pepew untuk memulai usaha. Dari modal Rp 24 juta tersebut, ia membuka toko yoghurt—minuman kesukaannya—di Jalan Trunojoyo, Bandung, Jawa Barat.

Kenekatannya tersebut ternyata dianggap brilian oleh civitas akademik di Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis, Universitas Pendidikan Bandung (UPI) dan ia dinobatkan sebagai ikon Young Womanpreneur di kampusnya. Hal tersebut membuatnya gembira dan semakin bersemangat untuk menjalankan usaha. Sayang pujian tersebut hanya seumur jagung, tidak lebih dari dua bulan.

Setelah dua bulan menjalankan usaha, akibatnya tak semanis gelar Womanpreneur yang disandangnya. Tak ada keuntungan berlimpah yang masuk ke kantongnya. Yang datang justru tagihan-tagihan dari para kreditor yang meminta hak mereka untuk dikembalikan.

Sementara uang modal tinggal Rp 1 juta. Lunglai rasanya seluruh tubuh dan tulang menyerupai dilolosi. Dengan berat ia menutup tokonya yang hanya bertahan selama dua bulan.

“Rasanya aib sekali waktu itu. Untuk menutup usaha tersebut saya benar-benar hampir tak punya muka. Bagaimana saya yang dijadikan ikon entrepreneur muda menjalankan usaha dua bulan saja sudah tutup. Apalagi untuk ke kampus bertemu dengan teman-teman, berat sekali rasanya,” kenang Pepew.

Ia pun kemudian menemui Rendy Saputra untuk protes. Rendy pun mencoba memompa semangat Pepew untuk tetap tegar dan mencoba lagi. Tapi hampir tak ada kata yang masuk di ingatan Pepew alasannya ialah saking frustasinya waktu itu. Yang ada di otaknya hanyalah sang motivator telah menjerumuskan dirinya ke jurang utang yang cukup besar, bagi seorang cewek seumurnya.

“Saya menyerupai disuruh terjun payung, tapi tidak dibekali parasut. Setelah saya jatuh dan tak ada yang menolong,” katanya.

Pepew pun merenungi nasibnya. Ia merasa orang terbodoh di dunia, alasannya ialah tanpa pengalaman bisnis secuil pun berani nekat meminjam uang sebesar itu. Tagihan dari para kreditor tetap deras mengalir kepadanya. Untuk ke kampus rasanya terasa semakin berat, alasannya ialah beban mental dan beban utang. Tapi renungannya berujung pada satu kesimpulan: utang ialah kewajiban dan itu harus dibayar.

Bermodal sisa uang Rp 1 juta, ia pun memulai usahanya dengan cara yang menurutnya tak kalah memalukan. Ia membuka gerai yoghurt lagi dengan sebuah meja kecil di pinggir jalan di akrab rumahnya. Kali ini tanpa ada karyawan yang membantu menyerupai ketika membuka toko di Jalan Trunojoyo. Ia membuka “toko” pinggir jalannya pada Agustus 2010 di bulan Ramadhan, 2 bulan setelah tokonya tutup.

Niat baiknya untuk melunasi kewajibannya ternyata berbuah manis. Di selesai bulan ketika menghitung omzet warung pinggir jalannya, ternyata akibatnya cukup mengagetkan.

Ia menerima omzet Rp 10 juta hanya dengan bermodal meja 1×1 meter dan berjualan di pinggir jalan. Hasil ini membuat Pepew bersemangat lagi. Rasa aib yang sempat menghiasi wajahnya eksklusif ia tanggalkan dan melanjutkan usaha ini dengan percaya diri.

Dari omzet Rp 10 juta tersebut ia mulai mencicil utangnya. Dan “toko” pinggir jalannya tersebut ternyata cukup ampuh. Dalam waktu tiga bulan omsetnya terus menanjak dan ia sudah mampu membuka gerai lagi di kampusnya. Warung pinggir jalan Pepew sedikit demi sedikit mulai mengangkat dagunya.

Ia tak harus tertunduk lesu dan aib ketika ke kampus. Yang paling membuat gembira tentu saja sedikit demi sedikit ia berhasil melunasi utangnya dan semua mampu diberesi setelah enam bulan.

Toko meja pinggir jalan menjadi titik balik bagi Pepew. Sekarang ia sudah memiliki kedai di Jalan Cihaurgeulis No .4 Bandung. Selain itu ada dua gerai lagi di Bandung dan masing-masing satu di Jakarta dan Cirebon.

Setelah mencicipi pahitnya terjerembab dalam kegagalan dan manisnya keberhasilan, Pepew sekarang ini punya mimpi untuk membuka sentra jajalan yoghurt dengan konsep bar.

Jatuh bangunnya Pepew telah menunjukan bahwa ia memang sempurna memilih nama brand Almeera yang artinya cewek yang tangguh. Ketangguhan Pepew sekarang ini telah berbuah manis.

“Saya sadar sekarang bahwa yang mampu membuat saya bangun itu bukan orang lain, tapi diri kita sendiri,” tutup Pepew.

​​​Promosikan bisnis kamu, ​​​detik ini juga​​ di adsmart.detik.com

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel