Bos Angkasa Pura I Siapkan Bandara Kelas Dunia di Indonesia

Bos Angkasa Pura I Siapkan Bandara Kelas Dunia di Indonesia

Jakarta - Operator bandara pelat merah, PT Angkasa Pura I (Persero) terus berbenah meningkatkan pelayanan dan pengembangan bandara. Langkah ini dilakukan sebab selama ini bandara hanya mendapatkan kedatangan dan keberangkatan para penumpang dan pesawat.

Sehingga kepuasan pengguna jasa bandara kurang menjadi prioritas. Jengah dengan kondisi ini, di bawah kepemimpinan Direktur Utama Tommy Soetomo, AP I pun semenjak tahun 2011 menggandeng perusahaan operator bandara dunia ibarat GVK asal India dan Bandara Incheon Korea Selatan. Serta mengubah contoh pikir karyawan untuk melayani pengguna jasa angkutan udara.

“Kita menggadeng GVK dan Incheon sebab kita ingin meningkatkan level of service. Mau berguru renang. Kalau pelajaran berenang mampu nih di kelas. Daripada berguru di kelas mending nyemplung ke kolam. Kaprikornus orangnya kita panggil sekalian belajar,” ujar Tommy kepada detikFinance <\ strong="">di Kantor Pusat AP I, Kemayoran Jakarta, Kamis (24\/10\/2013).

Tidak hingga di situ saja, Tommy yang menjadi Direktur Utama AP I semenjak 2010 ini secara bertahap mulai mengubah porsi pendapatan perseroan. Hingga 2017, porsi pendapatan komersial (non aero) akan lebih besar daripada pendapatan bersifat tarif (aero).

Hal ini telah dilakukan pada bandara-bandara kelas dunia. Langkah lainnya ialah rencana AP I membidik bandara UPT potensial untuk dikelola ibarat bandara di Labuan Bajo dan Tarakan. Mau tahu mimpi dan tantangan AP I dalam mengelola bandara menuju kelas dunia. Berikut hasil petikan wawancara detikFinance<\ strong="">.

Bagaimana kondisi lalu lintas penumpang dan pesawat pada di 13 bandara yang dikelola AP I?<\ strong="">
Intinya sih semua growing jadi memang luar biasa. Kita memang kejar-kejaran jadi antara pertumbuhan penumpang per tahunnya yang hampir double digit dan kecepatan kita memenuhi fasilitas. Kalau anda lihat Sepinggan. Itu sekarang traffic-nya 6 juta penumpang.

Kita membangun sebab keterbatasan lahan. Kita membangun untuk kapasitas 10 jutaan. Kaprikornus anda mampu membayangkan dalam waktu beberapa tahun itu sudah full lagi jadi memang cepat sekali pertumbuhan.

Bagaimana bahwasanya konsep pengembangan bandara dahulu?<\ strong="">
Kalau kita menganut konsepnya pengin bergerak dari sekedar infrastruktur provider menjadi service provider. Betul-betul kita ingin service ini. Kaprikornus jikalau anda saksikan kenapa kita bikin terminal general aviation untuk private jet di Bali.

Itu lebih kepada service. Kita sekarang punya in flight catering. Punya anak perusahaan, ingin jadi service provider. Bukan semata-mata infrastruktur provider. Kalau kita bandara tok nasibnya ibarat bandara-bandara sekarang.

Bagaimana langkah AP I menghadapi tinggi traffic penumpang yang tinggi?<\ strong="">
Jadi AP I nggak mampu bergerak sendiri nih. Kaprikornus memang harus misalnya kita mau membangun terminal gres di Yogya. Kita ingin membangun betul-betul city. Bukan semata city tapi airport city. Di mana si airport sebagai nucleus. Kemudian infrastruktur di sekitarnya hidup adan intermoda transportation. Ada kereta. Itu yang ingin kita capai.

Bagaimana bahwasanya perkembangan pembangunan gres di Yogya?<\ strong="">
Bagus. Kita sekarang tinggal menunggu penerbitan izin lokasi dari kemenhub.

Fasilitas apa saja yang akan disiapkan di bandara gres Yogya?<\ strong="">
Iya ada kereta ibarat Kualanamu. Nanti di Yogya bener-bener komplek. Nanti ada tempat convention, property development, tempat pengembangan industri. Itu semua terintegrasi jadi nanti sentra korelasi lalu lintas orang dan barang itu ialah centrum-nya airport.

Khusus untuk Yogya, kita kembangkan sebab Yogya itu dikenal sebagai tourist destination. Ini yang mau kita kembangkan.

Informasinya AP I menggandeng mitra luar negeri untuk pengembangan bandara Yogyakarta?<\ strong="">
Kita sudah semenjak lama tahun 2011 berhubungan dengan GVK India.

Kenapa menggandeng mitra luar negeri ibarat GVK?<\ strong="">
Kita menggadeng GVK dan Incheon sebab kita ingin meningkatkan level of service jadi jikalau kita meningkatkan level of service. Mau berguru renang. Kalau pelajaran berenang mampu nih di kelas. Satu kaki lurus itu jikalau di kelas.

Daripada berguru di kelas mending nyemplung ke kolam. Kaprikornus orangnya kita panggil sekalian belajar. Incheon nomer 1 di dunia. GVK itu secara banyak hal, banyak persamaan dengan Indonesia. Cara membangun, sosial di India sama. Mereka lebih berpengalaman.

Selain menggandeng mitra tersebut, adakah rencana menggandeng mitra lain?<\ strong="">
Banyak yang sudah dateng ke kita pengin ajak kerjasama. Dari Frapol dari Vinci. Banyak sekali.

Bandara mana sajakah yang sudah diajak kerjasama?<\ strong="">
Surabaya dengan Incheon khusus untuk peningkatan level of service dan konsep komersial. Di Bali kita dengan GVK untuk komersial kerjasamanya. Itu rintisan awal untuk kerjasama. Kalau Yogya juga rencananya kerjasama dengan GVK.

Sebetulnya padangan AP I terhadap bandara modern ibarat apa?<\ strong="">
Bandara modern itu yang mampu memenuhi hasrat penumpang untuk experiencing jadi penumpang itu mengalami kenikmatan saja. Ukurannya bahwasanya bukan modern atau nggak modern. Itu lebih ke customer satifaction index. Kaprikornus jikalau anda datang ke Singapura. Anda merasa nyaman sebab bandara itu sebab setiap aspeknya itu menerapkan customer satisfaction tinggi.

Dari mulai pengaturan flow, pengaturan barang, suhu udara, interior. Itu membuat penumpang nyaman. Itu yang kita harapkan. Kaprikornus bukan soal modern nggak modern. Bandara tradisional mungkin banyak yang mampu memenuhi persyarat itu.

Sebagai service provider company. Maka target kita ialah customer satisfaction tinggi. Anda kecewa jikalau begitu dateng di bandara mencari taksi susah atau mencari taksi ditipu. Kaprikornus itu kan pengalaman yang buruk.

Customer experience itu penting meskipun itu bukan pekerjaan kita misalnya tamu absurd datang antriannya lama. Petugas imigrasinya nggak senyum. Itu kuat ke nama bandara.

Padahal itu petugas imigrasi misalnya habis itu keluar masuk ke customs di bea cukai. Dia diperlakukan tidak nyaman. Itu akan menjadi pembicaraan di mana-mana. Kaprikornus customer experience itu penting. Kaprikornus bukan soal modern nggak modern.

Bagaimana langkah AP I untuk menggandeng institusi di dalam bandara?<\ strong="">
Harus duduk bersama. Saya pengin cerita. Pada ketika Incheon dapet nomer 1 di dunia begitu dirut dipanggil ke depan di Singapura. Yang dipanggil ke depan itu teman-teman imigrasi, bea cukai, karantina dan instansi terkait.

Mustahil beliau mampu jadi nomor 1 jikalau imigrasinya nggak bener, bea cukainya nggak benar, taksinya nggak benar. Pelayanan hotel di airport nggak benar. Orang tahunya airport. Misalnya anda marah. Ini bagasi lama benar sih. Padahal yang ngerjain bagasi bukan airport tapi airlines. Kaprikornus kita harus terus mengingatkan para stakeholder.

Bagaimana isyarat pengelolaan bandara di bawah AP I?<\ strong="">
Arah kita 1, customer satisfaction index. Dari hari ke hari harus meningkat. Kita panggil asesornya dari luar lo. Kita panggil airport council international. Supaya waktu mengantri misalnya kejelasan lama bagasi diklaim, terus kemudahan transportasi dari atau menuju ke bandara. Itu bukan urusan kita tapi menjadi nilai.

Bagaimana permintaan untuk pengoperasian bandara hingga larut malam?<\ strong="">
Yang patut digaris bawahi itu pasti ada kaitannya dengan bandara lain dan airlines. Kalau kita 24 jam siap tapi misalnya di timur belum 24 jam sudah beda 1-2 jam. Kaprikornus di sini jam 9 malam di sana sudah jam 11 malam jikalau di Biak. Kalau di sini telat 30 menit, saya rugi dong untuk bayar listrik. Kita siap 24 jam jikalau volumenya ada. Itu sangat tergantung dengan demand.

AP I melihat permintaan untuk terbang di malam hari bagaimana?<\ strong="">
Kita harus siap. Kita nggak mampu bilang nggak. Kita berpulang ke maskapai. Contohnya seluruh maskapai berlomba-lomba sepagi mungkin masuk ke Jakarta. Itu dari seluruh Indonesia. Terbang dari Balikpapan, Surabaya dan lain-lain. Berlomba-lomba sepagi mungkin masuk ke Jakarta.

Makanya jam pagi padat. Tapi seluruh maskapai berlomba-lomba sepagi-pagi mungkin keluar dari Jakarta. Sepagi-pagi mungkin berlomba masuk dan sepagi mungkin berlomba untuk keluar. Makanya liat Bandara Soetta dari jam 5 hingga jam 8. Itu kayak apa.

Coba anda liat jam 9 pagi itu lenggang. Karena nggak ada maskapai. Itu prime time. Maskapai nggak mampu dikalahkan. Wong ada kebutuhan bisnisnya ibarat itu.

Bisakah maskapai dibujuk untuk menyerah biar tidak rebutan di prime time?<\ strong="">
Susah tapi jikalau untuk bandara tourist destination itu relatif longgar. Kalau di Bali nggak mampu jam 5 ya sudah nanti jam 8. Karena ini kalem tapi jikalau untuk urusan bisnis nggak bisa.

Melihat bandara di sebuah kota yang padat dan susah dikembangkan, mungkinkah sebuah kota punya lebih dari 1 bandara?<\ strong="">
Sangat dimungkinkan. Di luar negeri begitu. Di London itu ada 5 bandara.

Dari 13 bandara yang dikelola AP I, Bandara manakah yang sudah maksimal?<\ strong="">
Contohnya Surabaya padat. Bali nggak lama lagi padat. Kaprikornus kita minta maskapai datang dengan aircraft yang lebih besar supaya penumpang lebih banyak itu usaha yang kita lakukan.

Bagaimana langkah AP I membujuk maskapai menggunakan aircraft besar?<\ strong="">
Memang nggak semudah itu. Pesawat besar kan biasannya untuk long haul atau long distance. Yang Indonesia memang kebanyakan narrow body atau pesawat berbadan kecil.

Memang secara nature kapasitas runway-nya terbatas. Kita memang menghadapi langkah besar bandara itu lahan. Lahan atau airport yang kita kelola itu kebanyakan milik TNI AU. Itu yang susah dikembangkan.

Mungkinkah menggadeng airport terdekat untuk mengurangi kepadatan?<\ strong="">
Ke Bali kau ke Lombok dulu. Kalau begitu memang ada penumpangnya. Kaprikornus ada hitung-hitungan.

Bagaimana padangan AP I terkait keluhan pangeran Inggris soalnya padatnya bandara di Indonesia?<\ strong="">
Mana kala kapasitas sudah melebihi mau dibagaimanakan ya nggak bisa. Anda mau mengeluhkan Bandara Soetta. Itu dibangunnya tahun 1980-an itu diset untuk penumpang 20 juta per tahun. Sekarang 52 juta per tahun. Pastilah padat.

Sebagai ilustrasi sederhana. Orang berlomba-lomba untuk pagi-pagi ke luar jakarta dan sebapi mungkin masuk jakarta. Ya pagi jam 5 hingga jam 8. Terbayang kemudahan toiletnya. Kalau anda datang jam 10, itu fasilitasnya bersih. Contohnya begitu jadi nggak ada jalan lain itu kecuali membangun yang baru. Kan di sana berdiri terminal 3. Itu harus cepat.

Bagaimana porsi dan arah pendapatan dari AP I?<\ strong="">
Nomar satu target kita CSI tinggi nomar dua seluruh bandara kita nggak boleh tergantung dengan pendapatan yang bersifat tarif. Anda masuk penumpang domestik kan bayar Rp 40.000 atau Rp 50.000. Itu pendapatan harus dipulangkan untuk service untuk security dan safety. Tapi pendapatan untuk perusahaan biar sustainable. Itu harus dari non tarif.

Kita nggak komersialnya gede, kita lebih selektif. Di Bali komersialnya nggak besar tapi sebab kita lebih selektif di dalam mememilih mutu tenant kita maka pendapatan kita lebih besar. Kita punya 2 arus pendapatan besar. Yang pertama pendapatan bersifat tarif itu ada PSC kemudian dari non aero, target kita non aero mampu mencapai 60%. Sekarang gres 27%.

Itu berat juga targetnya tapi nggak berarti kita harus memperbesar semua ruang jadi toko jadi penumpang nggak mampu bergerak. Itu nggak boleh juga.

Kapan mampu mendapat porsi pendapatan 60% datang dari non aero?<\ strong="">
Untuk mencapai porsi 60% kita mampu dicapai di 2017. Ini bandara komersial di dunia sudah. Di Bali anda mampu liat, hasil komersialnya bagus. Balikpapan dan Temrinal 2 Juanda juga bagus. Hasil tender kita rata-rata di atas 300% di atas bisnis normal kita.

Apa langkah AP I pasca hilangnnya pendapatan aeronotica yang beralih ke Perum Navigasi?<\ strong="">
Sebelumnya kita sudah antisipasi. Kita punya belum dewasa perusahaan. Kita punya logistik, hotel. Selain untuk meningkatkan service kita. Tapi mengganjal revenue yang hilang. API sih sudah tahu dan siap. Kalau mengganggu sih iya. Karena kita kehilangan duit. Itu proporsi terhadap pendapatan 20%-30%.

Pasca beralihnya pengaturan dan bisnis ATC, fokus bisnis AP I bagaimana?<\ strong="">
Sebetulnya nama airport itu satu kesatuan dari pelayanan navigasi hingga pelayanan airport. Sekarang kita lebih pengelolaan airport.

Bagaimana pandangan AP I terkait penilaian proses tender tempat komersial Bandara Ngurah Rai tertutup?<\ strong="">
Prosesnya sangat terbuka kok. Anda mampu lihat di website-nya pertama kalinya di Indonesia lho kita bikin tendernya internasional. Saya kenal saja nggak dan tidak ada sentuhan face 2 face. Nggak ada hanky panky.

Di sana pakai sistem QA, jikalau anda penerima tender mampu tanya, si penerima B mampu liat pertanyaannya. Itu sangat terbuka dan pertama kali. Ini kesannya 100%. Biasanya jikalau saya mau cari toko. Ini temannya dirut, saudaranya dirut, anggota DPR, atau ini gitu. Kalau ini nggak ada gituan. Ini pure profesional maka kesannya kayak gitu. Triliunan kita dapat dalam waktu 5 tahun. Ini di Bali.

Kalau panitia tender dari Prancis. Dulu cari toko di airport susah mati. Kalau nggak temennya direksi atau apakah sebab di mana anda datang buka toko. Semua orang pada datang di airport. Buka warung kopi saja laku. Nah, sekarang nggak mampu ibarat itu. Peserta tender mengambil dokumen pun harus bayar.

Berarti mampu ditegaskan nggak ada pertemuan tatap muka?<\ strong="">
Iya sudah nggak ada tatap muka. Akan tanda tangan kontrak kepada pemenang tender. Sampai ketika ini, saya kenal saja nggak. Itu panitia yang tahu.

Bagaimana porsi pedagang lokal untuk pengisian tempat komersial di Bandara Ngurah Rai?<\ strong="">
Disediakan kok. Ini semua terbuka semua. Ini pertama kali. Ada Bahasa Indonesia dan Inggris sebab pesertanya banyak dari luar. Di sana ter-display harga sewanya berapa. Semua terbuka.

Bagaimana terkait protes pedagang lokal di Bandara Ngurah Rai?<\ strong="">
Pedagang lokal protes sebab bertahun-tahun menikmati previllage. Kalau beliau ditanya bagaimana sih mampu berjualan di situ. Kalau ditanya begitu, saya kenal sama GM. Kan orang lain berhak untuk jualan di situ.

Harus ada mekanisme supaya fair dan transparan. Semua orang mampu masuk di situ. Kalau mereka ingin berdagang disitu silahkan masuk tender. Untuk pedagang lama kita sediakan lot khusus.

Bagaimana harga yang ditawarkan?<\ strong="">
Kita bikin ketentuan jikalau harganya tinggi mampu didiskualifikasi. Kalau anda jual di atas harga normal. Tenaga kerja wajib 70% dari Bali.

AP I ada rencana mengambil bandara UPT?<\ strong="">
Ada ratusan bandara yang dikelola pemerintah. Misalnya Tarakan, Kalimantan. Labuan Bajo, Berau, Lampung. Itu kan masih dikelola pemerintah. Palu, ternate, Sorong Teus Sentani itu paling ramai. Kalau
kita gres pegang Biak.

Kita ingin juga mengelola jadi kembaran Bali sebagai tourist destination Labuan Bajo. Kita berminat di sana. Supaya ada satu kesatuan bandara yang bersifat tourist di Bali, Labuan Bajo, Yogya. Soalnya yang masuk Yogya dari Bali itu banyak. Mungkin Tarakan di perbatasan Kalimantan kita berminat. Kalau Papua kita liat lah.

Selama menjadi Dirut semenjak 2010, apa kendala dan tantangan yang dihadapi?<\ strong="">
Yang pertama merubah mindset. Kita bukan cuma kerja di airport. Kita itu jual service. Kita itu perusahaan jasa. Itu service harus nomer 1. Tadinya kita mau isitilahnya tinggal nunggu saja. Airlines mampu dateng. Kalau sekarang nggak begitu.

Sekarang kita akan menginvite airlines. Tolong datangkan penumpang ke sini. Kemarin kita ikut road show menjajakan airport. Saya masih punya jam kosong jam 10-11. Siapa yang mau masuk. Kita dapet 4
maskapai masuk ke Bali.

Kita perusahaan service harus aktif di marketing. Nggak usah di-marketing-kan saja sudah penuh. Nggak usah minta mereka masuk. Tinggal mereka kelola di dalamnya ibarat apa. Mengatur slot timenya. Kalau tantangan pengembangan badnara itu pertama itu land acquisition.

Tapi harus kita tempuh jikalau nggak kita berhenti. Kita mengimbau biar pemerintah lebih cepat di dalam membuka kesempatan para pihak AP ataupun swasta untuk mengelola bandara. Ini yang lagi dikerjakan oleh dephub.

Yang kita hadapkan di Yogya itu nomor 1 ialah pembebasan lahan. Atau kita mau berbagi Banjarmasin. Itu mau berbagi banjarmasin sudah hampir 2 tahun belum selesai. Kaprikornus memang harus ada peran pemda kota kabupaten.

Harus ada peran aktif padahal Banjarmasin itu prospeknya market besar. Balikpapan kita gedek an segitu tapi lahannya terbatas sekarang kita berdiri gedung parkir. Kalau semakin banyak yang berperan beban pemerintah lebih ringan. Kesempatan berbagi kota lebih besar. Efek pengembangan bandara itu dahsyat.

Apa yang dilakukan untuk bersih-bersih di korporasi AP I?<\ strong="">
Semua BUMN diminta menjalankan GCG. Itu adegan dari GCG. Kita ingin menjadi perusahaan yang dipercaya. Menjadi perusahaan yang unggul. Itu nggak mungkin tercapai jikalau nggak dimulai dari kita.

Sebelum sebagai dirut, bagaimana kondisi korporasi AP I?<\ strong="">
Ini nggak semudah membalikkan telapak tangan. Kalau bicara service company kan dimulai dari jiwa service kita. Kalau kita nggak berjiwa service nggak bisa.

Bagaimana pengalaman bapak menjadi CEO AP I?<\ strong="">
Mengalir saja. Tugas ini life is too short. Dengan sebentar ini kita manfaatkan.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel