Pria Ini Tunggu 3 Tahun Demi Tinggal di Rusun Tapi Akhirnya Kecewa

Pria Ini Tunggu 3 Tahun Demi Tinggal di Rusun Tapi Akhirnya Kecewa

Jakarta -

Sebagian masyarakat Indonesia mulai melirik rumah susun (rusun) atau apartemen sebagai pilihan hunian di kota besar ibarat Jakarta. Namun tak banyak tak tahu soal konsekuensi membeli hunian vertikal, mulai dari soal problem legal sampai biaya-biaya hidup di rusun.

Pembaca detikFinance, berinisial 'BS' mencoba mengkisahkan perjuangannya untuk menerima rusun/apartemen dan mampu tinggal di hunian vertikal. Namun setelah penantiannya 3 tahun, justru beliau harus kecewa alasannya harus tinggal di rusun. Kenapa?

BS membeli rusun di tempat Kalibata, Jakarta Selatan, 15 Oktober 2011 secara kredit. Pada waktu itu, beliau sudah melihat gejala tidak beres, termasuk proses serah terima yang molor, namun ini bukan selesai kisah dari BS.

"Janjinya serah terima pada Januari 2014. Ok saya tunggu pada Januari 2014, ternyata tidak ada kabar apapun," kata BS dalam surat elektroniknya, Rabu (1/10/2014)

Pihak pengembang berkilah, BS mampu memanfaatkan ketentuan Grace Period selama 6 bulan sebagai bab dari perjanjian pengikatan jual beli (PPJB). Grace period ialah batas waktu tenggang yang diberikan bank kepada debitur untuk tidak melaksanakan pembayaran cicilan.

"Setelah saya baca memang ada Grace Period tersebut, tapi dapat digunakan jikalau terjadi Force Majeur atau perubahan struktur dan tidak ada pemberitahuan apapun dari pihak pengembang," keluhnya.

Setelah molor lebih dari 6 bulan, pada 2 Juli 2014 kesannya apartemen idamannya pun selesai, acara serah terima kunci yang sudah lama dinanti pun kesannya tiba. Namun lagi-lagi, BS harus kecewa berat dengan kondisi apartemen yang beliau beli.

"Ternyata kondisinya sangat memprihatinkan. Tidak ada basement untuk tempat parkir, padahal dijanjikan akan ada basement 2 lantai untuk parkir. Kolam renang , telepon, akses tv, internet semua tidak ada," keluh BS.

Padahal menurutnya, pada dikala serah terima kunci, dirinya sudah ditagih biaya perawatan dan sinking fund untuk 1 tahun, semua itu kesannya beliau bayar supaya cepat

Pihak pengembang beralasan, kondisi rusun yang memprihatinkan itu alasannya hanya sedikit yang ditempati. Keinginannya untuk tak membayar penuh biaya pengelolaan lingkungan tak berhasil, alasannya pengembang beralasan mereka harus membayar gaji karyawan.

"Yang paling parah ialah kondisi unit yang pada waktu serah terima sangat asal jadi, keran water heater tidak mampu diputar, lupa sealent untuk dinding, pintu cacat, lampu ada yang mati, dalam kondisi kotor, dan banyak lagi cacat pada unit," keluhnya.

BS tak menyerah, beliau termasuk yang nyinyir mengkomplain ke pengembang soal kondisi unit apartemennya yang tak sesuai. Namun akhir sikap bawelnya tersebut, dirinya diprotes pengembang. "Saya bilang saya banyak komplain alasannya unit yang diserah terima tidak layak huni dan masih dalam masa garansi," katanya.

Cerita sedih BS punya apartemen belum berakhir, setelah 2 bulan pasca serah terima, problem gres justru muncul. Ia harus tetap membayar tagihan listrik dan air, termasuk perawatan untuk Juli-Agustus, padahal periode tersebut merupakan periode masa komplain dan perbaikan.

"Saya complain lagi alasannya rugi 2 bulan membayar biaya perawatan dan saya tidak mau bayar listrik dan air yang tidak saya pakai. Setelah saya lihat tagihannya, ternyata ada kecurangan. Saya menggunakan listrik 2,2kVA (sesuai agreement), di tagihan tertera 3,5 kVA ada perbedaan sekitar Rp 57.000,- per unit," katanya.

Ia menghitung, jikalau setiap unit ada kelebihan Rp 57.000 dikali 192 unit satu tower apartemen maka nilainya mencapai Rp 10,9 juta. Selain itu, ada biaya-biaya lainnya ibarat admin, renovasi dan lain-lain.

"Lagi-lagi saya juga tidak tahu untuk apa biaya tersebut, bayangkan saja banyak dana siluman yang ditagih dikali jumlah unit yang dijual," katanya.

BS mengaku sudah mencoba mengadukan problem ini ke pihak manajemen, namun yang ada hanya diping-pong. Surat komplain tertulis pun, tak mendapat jawaban dari pihak pengembang.

"Mereka bilang akan ada jawaban dari pihak legal, tapi sampai 30 September 2014 tidak pernah ada jawaban email maupun surat tertulis," katanya.

Bagi Anda yang punya pengalaman tak menyenangkan tinggal di rusun terkait dengan pengembang, atau problem lainnya. Anda mampu mengirimkan kisah ke redaksi@detikfinance.com, dengan subjek 'rusun'.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel