Tahan Pelemahan Rupiah, Pemerintah Harus Apa?
Jakarta - Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang PS Brodjonegoro mengatakan, salah satu tantangan jangka pendek yang dihadapi Indonesia ketika ini yaitu penurunan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika.
Dengan kata lain ketika ini rupiah sedang mengalami under pressure dari kekuatan nilai dolar Amerika Serikat (AS)
Baca juga: Mungkinkah Dolar AS Tembus Rp 15.000? |
Menurut Bambang, salah satu yang bisa dikedepankan ialah penguatan ekspor jasa sebagai sumber devisa. Pariwisata atau tourisme termasuk kategori ekspor jasa yang bisa menghasilkan devisa dan memperkuat rupiah secara permanen.
"Jadi jangan hanya berhenti pada ekspor barang, ekspor jasa juga tidak kalah penting alasannya ekspor jasa mempunyai multiplayer effect yang luar biasa," ujar Bambang dalam keterangan tertulis, Rabu (14/3/2018).
Komponen lain yang perlu menerima perhatian ialah pertumbuhan konsumsi masyarakat. Sejauh ini konsumsi masih merupakan pendorong perekonomian yang mayoritas sebesar 54,3% terhadap PDB 2017.
Karena porsinya yang signifkan pada PDB, maka perlambatan pada konsumsi mempunyai imbas terhadap laju pertumbuhan ekonomi.
"Namun, kita harus "waspada" mengingat pertumbuhan konsumsi masih di bawah 5%," kata dia.
Selain itu, yang juga perlu ditingkatkan ialah bantuan konsumsi terhadap pertumbuhan ekonomi yang hingga tahun 2013 hanya mencapai 3% atau lebih. Padahal tahun 2011, ketika perekonomian tumbuh tinggi 6,5% bantuan konsumsinya di atas 3,5 persen. Tapi sesudah tahun 2013, bantuan pertumbuhan dari konsumsi berada di bawah 3%.
Bambang menyampaikan ada relasi antara pertumbuhan konsumsi dengan komoditas. Saat terjadi commodity boom sekitar tahun 2013 pertumbuhan ekonomi mencapai 6-6,5%. Saat itu, konsumsi pernah tumbuh luar biasa di atas 5,2%-5,3%. Tapi faktor itu hilang seiring dengan berakhirnya commodity boom.
"Jadi jikalau diperhatikan, bantuan konsumsi yang besar sanggup menghipnotis kemampuan kita untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi," kata Bambang.
Saat ini, tambah Bambang, memang ada perbaikan harga komoditas, CPO, kerikil bara, tetapi tentunya bukan ibarat commodity boom sebagaimana beberapa tahun lalu.
Oleh alasannya itu, bantuan atau tugas strategis konsumsi terhadap pertumbuhan ekonomi yang besar sanggup diganti oleh investasi atau ekspor.
Cuma masalahnya, ekspor kita masih sangat bergantung kepada sumber daya alam ibarat kerikil bara dan CPO.
Sementara investasi meski tahun kemudian sudah ada gejala bangun dengan capaian mendekati 7%, masih perlu lebih dioptimalkan lagi untuk bisa menciptakan ekonomi kita tumbuh lebih tinggi lagi. Sumber detik.com